TEMPO Interaktif, Bandung -Cahaya hujan meteor Lyrids di Indonesia bagian utara lebih terang. Sebab garis lintasan jatuhnya terlihat lebih panjang.
Astronom dari Observatorium Bosscha, Lembang, Evan Irawan Akbar mengatakan, lintasan jatuhnya meteor di wilayah utara Indonesia mulai dari ketinggian 50 derajat dari garis horison. Sedangkan di Pulau Jawa, misalnya, cuma sekitar 40 derajat.
Wilayah paling terang, kata dia, berada di negara-negara Eropa utara seperti Rusia. Di sana, jatuhnya meteor bisa dilihat dari atas kepala hingga lenyap di garis horison. "Kalau di Indonesia, wilayah pandangnya sempit," katanya.
Cahaya meteor itu akan terlihat seperti garis. Kecepatannya ada yang seperti kilat, atau dalam beberapa detik. "Tergantung ukuran batu meteor itu," katanya.
Warnanya pun bisa bermacam-macam, sesuai material pembentuk meteornya. "Namun umumnya berwarna putih," jelasnya. Kemungkinan meteor itu berbentuk bola api (fireball) bahkan sampai meledak di udara, kata dia, sangat jarang terjadi.
Hujan meteor Lyrids bisa disaksikan selepas bulan tenggelam pada pukul 01.00 dinihari hingga menjelang subuh. Asal langit cerah, 'bintang jatuh' itu bisa disaksikan mulai 16-26 April mendatang. Di masa puncaknya, pada 21 atau 22 April, setiap jamnya bisa terlihat 10-20 komet.
Fenomena rutin setiap tahun itu bisa disaksikan hanya dengan mata telanjang. Pemakaian teropong hanya akan membatasi pandangan. Tempat paling baik untuk melihat, menurut astronom, di daerah yang minim cahaya seperti pedesaan dan di pinggir laut.
Peneliti senior astronomi dari Lapan, Thomas Djamaluddin, mengatakan tak ada dampak serius dari jatuhnya meteor-meteor itu. Mereka umumnya sampai ke bumi dalam bentuk debu dan tidak beracun. Setiap tahun, bumi disiram 25 ton debu dari benda angkasa.
Astronom dari Observatorium Bosscha, Lembang, Evan Irawan Akbar mengatakan, lintasan jatuhnya meteor di wilayah utara Indonesia mulai dari ketinggian 50 derajat dari garis horison. Sedangkan di Pulau Jawa, misalnya, cuma sekitar 40 derajat.
Wilayah paling terang, kata dia, berada di negara-negara Eropa utara seperti Rusia. Di sana, jatuhnya meteor bisa dilihat dari atas kepala hingga lenyap di garis horison. "Kalau di Indonesia, wilayah pandangnya sempit," katanya.
Cahaya meteor itu akan terlihat seperti garis. Kecepatannya ada yang seperti kilat, atau dalam beberapa detik. "Tergantung ukuran batu meteor itu," katanya.
Warnanya pun bisa bermacam-macam, sesuai material pembentuk meteornya. "Namun umumnya berwarna putih," jelasnya. Kemungkinan meteor itu berbentuk bola api (fireball) bahkan sampai meledak di udara, kata dia, sangat jarang terjadi.
Hujan meteor Lyrids bisa disaksikan selepas bulan tenggelam pada pukul 01.00 dinihari hingga menjelang subuh. Asal langit cerah, 'bintang jatuh' itu bisa disaksikan mulai 16-26 April mendatang. Di masa puncaknya, pada 21 atau 22 April, setiap jamnya bisa terlihat 10-20 komet.
Fenomena rutin setiap tahun itu bisa disaksikan hanya dengan mata telanjang. Pemakaian teropong hanya akan membatasi pandangan. Tempat paling baik untuk melihat, menurut astronom, di daerah yang minim cahaya seperti pedesaan dan di pinggir laut.
Peneliti senior astronomi dari Lapan, Thomas Djamaluddin, mengatakan tak ada dampak serius dari jatuhnya meteor-meteor itu. Mereka umumnya sampai ke bumi dalam bentuk debu dan tidak beracun. Setiap tahun, bumi disiram 25 ton debu dari benda angkasa.
No comments:
Post a Comment