Thursday, July 9, 2009

Cara Mendidik Anak dengan Menghukum/Memukul




----- Original Message -----

From: RI

To: peduli-autis

Subject: [Puterakembara] Cara mendidik anak

Ingin cerita pengalaman saya dengan anak saya Razi. Saya bukan ahli pendidikan, jadi caranya saya meraba-raba saja.

Karena buat anak2 seperti anak kita susah dijelaskan "salah" atau "benar", waktu anak saya Razi dulu waktu masih kecil saya menerapkan "boleh" dan "tidak boleh"

lebih dulu, meski dia tidak ngerti. Saya membatasi ( seperti pernah juga dulu saya cerita ) hal yang "tidak boleh" dilakukannya sesedikit mungkin : yang membahayakan dirinya atau yang membahayakan orang lain ditambah bila hal yang dilakukannya tidak sopan. Diluar itu semua "boleh" ( kawatir kalau banyak yang tidak boleh malah membuat dia tidak berkembang samasekali). Untuk anak saya, saya pikir berhasil, karena sekarang ( 13 tahun ) dia patuh dan juga sayang kepada kami orang tuanya.

Yang jelas harus ada kesatuan pendapat antara Bapaknya dan Ibunya. jangan sampe yang "boleh" sama ibunya tapi "tidak boleh " sama bapaknya. Akibatnya si Bapak meghukum, si ibu membela, maka si anak akan bingung.

Untuk yang "tidak boleh" disamping dengan mulut dan ekspresi marah, saya juga menggunakan tangan ( cara ini mungkin banyak ibu atau bapak anggota milis yang tidak setuju, apa boleh buat ). Kalau hal itu dilakukannya maka sambil melarang saya memukul pantatnya atau kalau tidak mempan saya akan mecubit pantatnya sampai dia nangis, lalu saya biarkan nangis sampai berhenti. Saya larang siapa saja membujuk, atau berlaku manis dalam kurun waktu itu, termasuk ibunya. kalau diulang lagi saya akan kembali memukul atau mencubit pantatnya juga sampai dia nangis.

Sesudah dia merasa tidak ada yang membelanya dan berhenti menangis baru saya perlakukan kembali sebagaimana biasa, merangkulnya atau bicara dengan dia, untuk menunjukkan bahwa saya sebenarnya sangat sayang sama dia.

Ada beberapa hal yang "tidak boleh" itu dilakukannya di tempat publik misalnya di pertemuan keluarga, di supermarket atau bahkan disekolahnya. Saya tetap

menghukumnya ( meski isteri saya marah-2 pada saya, karena malu ) dengan cara itu ditempat kejadian. Misalnya di supermarket dia mengayun-2 kan kayu panjang tanpa peduli dengan orang yang rame disekelilingnya.

Sesudah agak gedean ( umur 6 - 8 tahun ) dia main perosotan di pegangan tangga antar lantai atau lari2 naik turun eskalator yang lagi jalan. Saya uber dan saya pukul

ditempat itu juga. Mungkin pengunjung melihat saya seperti ayah yang kejam yang senang mukul anak. Apa boleh buat, masalahnya kalau saya tunggu sampe ke rumah baru marah, karena rentang ingatannya yang pendek, kalo dirumah mungkin dia bingung saya marahin dia soal apa ( dia sudah lupa kelakuannya di keramaian diatas ), jadi bisa jadi kemarahan saya tidak efektip.

Atau di rumah, meniru yang dilakukan tukang memperbaiki genteng rumah saya, pernah dua kali anak saya naik ke atas genteng ( waktu saya ada dirumah ) dan jalan mondar mandir di puncak atap dengan santai sampe tukang becak dan tetangga yang ada disekitar rumah teriak2 menyuruh turun ( ini juga dulu pernah saya ceritakan ). saya bujukin dia supaya turun, saya janjikan Mc Donald, pizza atau apa saja yang dia suka. Begitu dia menginjak lantai saya "hajar" pantatnya sampai dia nangis dengan ekspresi marah.

Baru sesudah reda tangisnya dan juga kemarahan saya ( lebih tepat ketakutan saya ), saya bawa dia membeli yang saya janjikan itu, cukup jauh tempatnya lebih kurang sejam naik mobil ke BSD atau Bintaro dari rumah saya di Pamulang. Padahal makannya cuma butuh waktu lima menit, belum keluar dari lapangan parkir, yang dimakannya udah habis.

Yang tidak sopan, pernah satu kali di mesjid dia menunjuk-2 ke arah mulut seorang Bapak2 yang sudah agak tua. Si Bapak mulutnya sumbing. Saya coba jelaskan, bahwa mulut Bapak itu luka, belum sembuh. Dia seperti terpesona terus memelototi si bapak. Akhirnya saya angkat tangan saya, sambil ngomong : kalau terus begitu Razi nanti saya pukul. Baru dia berhenti ngeliat si bapak. Jadi saya urung memukulnya.

Syukurlah, paling banyak dua atau tiga kali saya perlu menghukum untuk kelakuan yang sama. Sisanya bila ada yang "tidak boleh" dilakukannya, paling paling saya cuma perlu ngomong atau dengan gerak mengancam mengangkat tangan saya siap memukul dia langsung surut. Dan lebih syukur lagi beberapa tahun terakhir tidak pernah lagi saya harus menggunakan tangan seperti dulu itu, dia sudah ngerti

kalau dibilang tidak boleh dan sekarang sudah mengerti sedikit demi sedikit "salah" dan "benar". Dia bisa membedakan kalau saya lagi bercanda, atau lagi marah.

Kalau saya tendang pantatnya secara main2, dia pasti nguber saya buat ngebalas. Tapi kalo dia liat saya marah, dia sudah buru2 minta maaf, biarpun saya tidak nyenggol

dia sekalipun.

Biar bagaimana Bu, ini cara yang pernah saya terapkan buat anak saya. belum tentu berhasil buat yang lain. Kalau terpaksa, mungkin Ibu bisa pake cara ini, kalo ada cara lain yang kurang "vulgar", ya lebih baik pake cara itu.

Wassalam,

Ro (ayah Razi )



----- Original Message -----

From: EP

To: peduli-autis

Subject: [Puterakembara] Re: Cara mendidik anak

Nimbrung juga, menurut pengalaman saya selama ini, seorang Bapak, walaupun hanya mencubit secara pelan keanak itu akan mengakibatkan trauma yang besar buat anak itu. Contoh ga sengaja Papanya Andro pernah mencubit kecil kakaknya Andro yang paling besar, karena kenakalannya, sehingga waktu dia nakal lagi, dan Papanya mau cubit, dia sudah lari ketakutan, apalagi denger suara besar dengan nada tinggi.

Tapi kalau kita/Ibu, walaupun dengan udah suara dengan nada Tenor tetep aja ga digubris. Sejak itu saya tidak pernah memperbolehkan Papanya memarahi karena tugas marah itu tugas saya, dan itu memang ada dalam nasehat Rasul.

Dan ini juga saya terapkan dari pengalaman orang tua saya, saya sangat takut sekali kalau Bapak saya sudah bersuara dengan suara keras, tugas marah adalah mama. Bapak saya ga pernah marahiin anaknya, tapi kami semua hormat dan sayang sama beliau serta bangga, kami tidak pernah merasakan pukulannya sedikitpun, pada hal anaknya termasuk saya adalah anak yang bandel banget. Bila menegurpun dengan bijaksana, ada pengalaman saya, saya selalu setel tape/radio or TV dengan suara

keras, Bapak hanya menegur " Er... tetangga sebelah TV mereka lebih besar loh, tapi suaranya ga kedengeran tuch sampai luar" akhirnya saya hanya malu sendiri dan mengecilkan suara TV.

Dengan Andro juga saya begitu, misalnya dia saya tidak perbolehkan makan atau main yang membahayakan, tapi tetep ngotot, maka baru saya bilang "Boleh kok Andro makan ini, tapi nanti Badan Andro sakit" biasanya dia ga ngotot lagi.

Sekarang anak-anak tahu kalau saya sudah panggil mereka dengan nama

lengkap, tandanya saya sudah marah ! baru dech ada sahutan dari mereka.

Sekedar sharing aja.



----- Original Message -----

From: RT

To: peduli-autis

Subject: [Puterakembara] Menghukum anak....TRAUMA s.d TUA

Saya juga mau ikutan sharing....sebelumnya saya minta maaf kalau apa yang saya ceritakan keluar dari jalur "Anak2 Spesial" tapi ini masih berhubungan dengan anak2 tersayang..

Masa kecil saya penuh warna dari mulai kebahagiaan karena saya anak tunggal sampai kesedihan..karena orangtua yang masih muda ...blm mempunyai sikap kedewasaan (Ortuku menikah usia 17thn & usia 18thn sdh dikarunia anak).

Papaku sangat temperamen.sekali sekecil apapun kesalahan yang saya buat pasti saya kena tamper dimuka / rambut dijambak dll, tidak peduli itu ditempat siapa / dimana, yang jelas..saya harus siap setiap hari kena tamparan atau jambakan di rambut (Rambut saya panjang) & pasti anak dibawah umur 12thn akan selalu ada tingkah & lakunya yang membuat ortu marah / kesal. & Jadilah..saya kenyang menerima itu semua..

Mama saya..bukan tidak peduli tapi tidak bisa berbuat apa2 malah semua tambah parah & kacau .. karena setiap hari selalu ada ketidakcocokan antara Mama & Papa, hampir setiap hari selalu ada piring terbang, kaca pecah atau apapun rusak karena pertengkaran ortuku..

Dari semenjak saat itu saya bertekad bahwa saya harus bisa hidup & berhasil ..Alhamdulillah walaupun tertatih-tatih & Airmata saya bisa menyelesaikan sekolah dengan bantuan beberapa Tente & Om yang bersimpatik atas keadaan saya.

Sampai saat ini…saya akan menangis kalau mengingat semua itu..

Saat sekarang, jika Daffa anak saya bertingkah hal yang membuat saya marah., emosi saya sering tidak terkendali karena kadang saya merasa kalau anak harus dipukul seperti papa saya dulu untuk membuat saya jera..tapi kembali saya tersentak apa yang didapat oleh anak tsb apakah jera??? atau trauma???

Dan akibat yang terparah.saya tidak pernah merasa rindu yang amat sangat..pada mereka karena saya tidak pernah merasa dekat..

Tapi apapun yang terjadi itu jalan hidup..& saya harus menjalaninya Dan apapun masa lalu saya...mereka tetap ORTU saya yang jauh dilubuk hati saya, saya tetap sayangi...

Saya berpesan mengingat masa lalu saya yang penuh dengan hukuman.. .ingatlah bahwa hukuman tidak akan menyelesaikan masalah... yang ada hanya akan menambah masalah di kemudian hari...

Ini hanya sharing..& mudah2an ada manfaatnya...

Salam,

Ri

----- Original Message -----

From: DP

To: peduli-autis

Subject: [Puterakembara] Re: Menghukum anak....TRAUMA s.d TUA

Wah, untung sunah rasul bilang bahwa tugas memarahi ada di ibu...dalam

kasusku adanya itu di rumah smile

Buat ibu Ri di balikpapan, saya saran untuk cari 'tempat muntah' (ember) menumpahkan isi hati dan gundah gulana. Boleh psikolog, psikiater, ulama, temen, sahabat, kerabat. Tapi pastikan orang tersebut bisa dijamin ga' cerita-cerita kemana-mana masalah kita. Soalnya kalau saya sendiri sudah sampai di ubun-ubun permasalahannya tapi bisa cerita ke orang lain, rasanya lebih enak...

Just a thought. Semoga berkenan.

salam,

Ita

----- Original Message -----

From: LM

To: peduli-autis

Subject: [Puterakembara] Re: Cara Mendidik Anak (memukul anak)

Saya setuju dengan cara pak Ro memberitahu (memperingatkan) si anak saat dia melakukan kesalahan (dimana saja, langsung on the spot). Tapiii.... caranya "main pukul" sepertinya kurang tepat.

Anak ASD punya kelemahan dalam membaca ekspresi wajah, sehingga memang kalau marah sambil melotot saja, bisa jadi anak gak bakalan ngerti.

Sebagai gantinya kita bisa "pegang erat" lengan anak dan gunakan suara keras dan tegas misalnya. Jangan lupa anak ASD punya kelebihan dalam "daya ingat" dan "meniru". saya khawatir malah secara tidak sadar anak juga akan jadi terbiasa dengan cara orang tua memperlakukan dia (secara kasar).

Cara tiap orang tua memang bisa berbeda-beda dalam mendidik anak, tapi sebisa mungkin kita tidak pake cara kasar..... daripada akhirnya kita menyesal di kemudian hari.

Cerita bu Ri di atas yang sampai menimbulkan trauma, mudah-mudahan bisa jadi "pelajaran" bagi kita. Syukur juga ibu Ri selalu ingat bahwa apa yang dilakukan papa dulu pada ibu tidak ikut diterapkan pada Daffa. Terima kasih bu, sudah mau sharing pengalaman pribadi.

Salam,

LM

----- Original Message -----

From: RT

To: peduli-autis

Subject: [Puterakembara] Re: Menghukum anak....TRAUMA s.d TUA

Bu LM & Bu DP,

Trimakasih.....

Alhamdulillah...saya punya teman yang banyak....& sekarang ada PK....

Sekali lagi....Trimakasih.....saya sudah bisa menceritakan semuanya....



----- Original Message -----

From: Muh. C

To: peduli-autis

Subject: [Puterakembara] Re: Menghukum anak....TRAUMA s.d TUA

Bu Ri, Bu LM n Bu DP,

Sori ikut nimbrung yach dan juga sudah hampir 2 bulan nggak ikut nimbrung.

Karena topiknya menarik, saya juga mau sharing ...

Aldi 6 thn yang pasti TAKUTNYA hanya sama mamanya, krn memang yang suka menghukum (saya pakai bahasa menghukum sebagai bhs halus utk memukul) adalah MAMAnya, karena saya TIDAK PERNAH sekalipun menghukum dia (kecuali reflex).

Tapi para Ibu , saya juga bingung, karena kalau dia sedang melakukan aktivitas planetnya seperti lari2....atau ngremeng sendiri....dia hanya berhenti kalau mamanya yg kasih kode...kalau saya yg kasih kode...no reken bu. Tapi emang pola yg muncul..SETIAP kali mamanya menghukum ...pasti Aldi larinya ke saya...atau meminjam istilah mamanya..mohon perlindungan ke saya.

Dan memang juga ...3 bulan terakhir ini ..trendnya ...Aldi ... semakin manja dengan saya ...jadi kalau saya pas ada di sby....PASTI ulah dan polahnya seperti anak normal yg manja sama papanya.

So, what should i do ..........melarang mamanya menghukum...saya juga BT sendiri ...karena emang nggak bisa diam anaknya ...menghukum...saya sedih sendiri....akhirnya kaya pribahasa...dimakan ibu mati ....nggak dimakan bapak mati....

pusing...pusing....

----- Original Message -----

From: IT

To: peduli-autis

Subject: [Puterakembara] Re: Menghukum anak....TRAUMA s.d TUA

Anak saya, Filan (3,5 th) juga hanya nurut sama saya. Sama papanya nurut kadang-kadang. Sama kakek dan neneknya manja banget. Selama ini saya pake jurus Bu Ita untuk menegur dengan INTONASI SUARA yang tegas. Kadang kalau jengkel banget, saya cubit kecil pantatnya (yang ini jarang). paling saya cuma bilang "Filan mau dicubit kecil?" Biasanya ia spontan bilang "nggak..."

Misalnya: dia suka sekali main air (ngepel, cuci-cuci mainan, dll). Kalau udara lagi cerah sih gak papa. Tapi kalau lagi dingin n musim hujan kayak sekarang, kan bisa masuk angin. Saya akan bilang "Filan, tidak main air. Sekarang dingin, nanti bisa masuk angin" dengan gaya tegas sambil langsung angkat dia keluar dari kamar mandi. Biasanya sih, dia nurut sambil bilang "Iya..." walau besoknya main air lagi smile

Tapi kalau yang mengatakan itu papa atau kakek/nenek, ia cuek aja.

Kalau akhirnya diangkat, ia pasti nangis and marah.

In

----- Original Message -----

From: DP

To: peduli-autis

Subject: [Puterakembara] Re: Menghukum anak....TRAUMA s.d TUA

Sebagai psikolog, cuma mau ngingetin bahwa punishment fisik bisa berbuntut panjang di psikis anak:

1. ekspresi sayang bila dilakukan melalui pemukulan adalah hal yang

WAJAR, bisa-bisa tuanya dia mukulin bini dan anak-anaknya juga dengan

alasan untuk disiplin dsb... kena UU kekerasan dalam rumah tangga,

pak...penjara, euy. Dia, pak yang dipenjara. Kasihan atuh.

2. kita sebagai si 'pemukul' bisa berubah terus tensi-nya...hari ini

mukuldengan intensitas 'medium' mungkin besok karena kita lagi capek,

intensitass menjadi 'large' dan seterusnya...lama-lama bisa-bisa pake

golok...

3. anak, bisa-bisa memendam rasa 'dendam'. jadi ntar begitu dia udah

setinggi monas, dia bisa bales pukul bapak. wadow....by that time bapak

pasti udah ga' sekuat sekarang. percaya deh ama saya, makin gede anak,

kitanya makin keok.

Karena itu saya lebih mementingkan menegakkan "wibawa" dengan

menerapkan "I MEAN WHAT I SAY --- I SAY WHAT I MEAN" kepada anakku

semata wayang. Saya main 'ekspresi wajah', dan 'suara' (yang kata guru-guru mandiga, bisa bikin pabrik TOA bangkrut). Saya setuju bahwa 'konsekuensi' harus diberikan pada saat perilaku dilakukan anak, tapi orang akan lebih setuju bila kita mengekspresikan amarah melalui suara tegas, larangan, dan wajah merengut daripada kita memukul. Jadi selama ini sih...di tempat umum aku cukup berteriak "IKHSAN PRIATAMA" dan tidak terjadi apa-apa kecuali bahwa perilaku dia berhenti (paling resikonya, orang jadi tahu nama lengkap anak, 'kan?).

Masih berulah biarpun udah ditegur? Ya pulang. Susah amat.

Nah, di rumah, bebas aku memarahinya dan melarang segala bentuk kegembiraan.

Puas, deh.

Sekali lagi, itu berarti 'konsisten'. Jadi dia respek sekali kepadaku, sementara itu hubungan kedekatan emosional kami tidak perlu diragukan lagi. Jangan dikira masalah selesai. Oh tidak. Sekarang-sekarang ini lagi pusing-pusingnya soalnya anak 15 tahun kan emang nyebelin (ABG gitu lhooo).

But, love him forever lah.

Something to think about.

salam,

Ita

No comments:

Post a Comment