Monday, November 2, 2009

ZAKAT DAN PENGATURANNYA MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA


A. Latar Belakang
Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah Syahadat dan Sholat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin.Bila saat ini kaum muslimin sudah sangat faham tentang kewajiban sholat dan manfaatnya dalam membentuk kesholehan pribadi.Namun tidak demikian pemahamaannya terhadap kewajiban terhadap zakat yang berfungsi untuk membentuk keshalehan sosial. Implikasi keshalehan sosial ini sangat luas, kalau saja kaum muslimin memahami tentang hal tersebut.
Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang. baik, zakat merupakan sumber dana potensial yang dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat.


Pemahaman sholat sudah merata dikalangan kaum muslimin ,namun belum demikian terhadap zakat. Dalam sejarah perjalanan masyarakat Islam, ajaran zakat sudah mulai dilupakan dan disempitkan artinya. Zakat seolah-olah hanya merupakan kewajiban individu dan dilaksanakan dalam rangka menggugurkan kewajiban individu terhadap perintah Allah ini. Sehingga zakat menjadi apa yang sering disebut sebagai ibadah mahzhah individu
kaum muslimin. Dari suatu ajaran yang luas dan mendalam yang dikembangkan oleh Rasul dan Sahabat di Madinah, zakat menjadi sebuah ajaran yang sempit bersama mundurnya peranan Islam di panggung politik, ekonomi, ilmu, dan peradaban manusia.
Dalam akhir abad kedua puluh ini, bersamaan dengan kebangkitan kembali umat Islam diberbagai sektor kehidupan, ajaran zakat juga menjadi salah satu sektor yang mulai digali dari berbagai dimensinya. Meningkatnya kesejahteraan ummat Islam memberikan harapan baru dalam mengaktualisasikan zakat. Apalagi kebangkitan ekonomi di dunia
barat khususnya yang didasari pemikiran kapitalistik telah menimbulkan berbagai
masalah dalam kehidupan ini seperti; kesenjangan dalam kehidupan sosial ekonomi.
Tidak terkecuali Indonesia juga mengalami booming ekonomi, namun sekarang hancur lebur. Akibat dari itu mengakibatkan multi krisis yang berkepanjangan hingga hari ini. Disaat krisis seperti ini masyarakat masih mampu memberikan sebagian hartanya melalui zakat, infaq dan shodaqohnya untuk meringankan penderitaan saudaranya yang lain, baik yang di daerah krisis, bencana, konflik, dan daerah yang lain. Melihat potensi
dana masyarakat yang disalurkan dalam wujud zakat, infaq dan shodaqoh ini, maka sudah selayaknya untuk melakukan pengelolaan zakat secara benar dan baik serta memahami makna zakat sebagaimana mestinya.
Berpijak pada uraian latar belakang tersebut di atas, dan guna memberikan kejelasan mengenai segala sesuatu tentang zakat, maka dalam kesempatan ini penulis akan melakukan pengkajian terhadap pengertian dan ruang lingkup zakat ke dalam bentuk penulisan makalah yang berjudul “ZAKAT DAN PENGATURANNYA DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA”.

B. Perumusan Masalah
Sesuai dengan judul yang penulis pilih, maka dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah:
1. Bagaimanakah pengertian zakat menurut hukum positif di Indonesia ?
2. Bagaimanakah ruang lingkup zakat menurut hukum positif di Indonesia?

C. Pembahasan
1. Pengertian zakat menurut hukum positif di Indonesia
Secara bahasa zakat berarti tumbuh, bersih, berkembang dan berkah. Seorang yang membayar zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah berfirman disurat At-Taubah ayat 103, artinya: "Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka". Surat Al-Baqaraah 276, artinya: "Allah memusnahkan riba dan mengembangkan sedekah". Disebutkan dalam hadist Rasulullah saw yang diriwatkan Bukhari dan Muslim, ada malaikat yang senantiasa berdo'a setiap pagi dan sore : Artinya: "Ya Allah berilah orang berinfak gantinya". Dan berkata yang lain: "Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak kehancuran".
Sedangkan menurut terminology Syari'ah zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu. Keterangan definisi : Kewajiban atas sejumlah harta tertentu, berarti zakat adalah kewajiban atas harta yang bersifat mengikat dan bukan anjuran. Kewajiban tersebut terkena kepada setiap muslim (baligh atau belum, berakal atau gila) ketika mereka
memiliki sejumlah harta yang sudah memenuhi batas nisabnya. Kelompok tertentu adalah mustakihin yang terangkum dalam 8 asnhaf. Waktu untuk mengeluarkan zakat adalah ketika sudah berlalu setahun (haul) untuk zakat emas, perak, perdagangan dll, ketika panen untuk hasil tanaman, ketika memperolehnya untuk rikaz dan ketika bulan Ramadhan sampai sebelum shalat 'Iid untuk zakat fitrah.
Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat Fitrah. Ayat-ayat zakat, shodaqah dan infaq yang turun di Makkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya menggunakan metodologi pujian bagi yang melaksanakannya dan cacian atau teguran bagi yang meninggalkannya. Zakat tidak diwajibkan kepada semua nabi dan rasul, karena zakat berfungsi sebagai alat pembersih kotoran dan dosa, sedangkan para nabi dan rasul terbebas dari dosa dan kemaksiatan karena mereka mendapat jaminan penjagaan dari Allah swt.Disamping itu kekayaan yang ada ditangan para nabi adalah titipan dan amanah Allah swt yang tidak dapat diwariskan.
Hukum positif tentang Zakat yang berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang terdiri dari 10 Bab dan dua puluh lima pasal. Pengertian Zakat menurut Pasal 2 adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 yang menjadi wajib zakat adalah setiap warga Negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau Badan yang dimiliki oleh orang muslim. Dari ketentuan ini jelas yang menjadi wajib zakat bukan hanya diri pribadi seorang muslim, tetapi juga Badan hukum milik seorang muslim.
Dalam Pasal 3 dikatakan bahwa pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki (orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat), mustahik (orang atau badan yang, berhak menerima zakat), dan amil zakat.
Sesuai dengan ketentuan Allah dalam Q.S. At-Taubah : 60 maka zakat didayagunakan untuk para mustahik seperti tercantum dalam ketentuan tersebut. Penentuan pemberian kepada mustahik berdasarkan skala prioritas kebutuhan dan dimanfaatkan untuk usaha yang produktif; dan mendahulukan mustahik dalam wilayahnya masing¬-masing. Pemanfaatan untuk usaha produktif tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun demikian tetap mendahulukan kebutuhan yang mendasar.

2. Ruang lingkup zakat menurut hukum positif di Indonesia
Dalam penjelasan tentang makna terminologis dari zakat, kita telah mengetahui bahwa zakat adalah kewajiban harta yang spesifik, memiliki syarat tertentu, alokasi tertentu dan waktu tertentu.
Harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:

a. Harta yang Halal dan Tahyyib.
Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqaraah ayat 267, artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Disebutkan dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah saw bersabda: Artinya: "Allah tidak menerima zakat dari harta yang tidak sah"
b. Harta Produktif dan Berpotensi Produktif
Harta produktif adalah harta yang berkembang baik secara konkrit atau tidak. Secara konkrit dengan melalui pengembangan usaha, perdagangan, saham dll. Melalui tangan sendiri atau orang lain. Sedangkan tidak konkrit yaitu harta tersebut berpotensi untuk berkembang. Hal ini sesuai makna zakat itu sendiri yang berarti berkembang. Harta yang tidak berkembang dan tidak berpotensi untuk dikembangkan tidak wajib dikenai
zakat, sesuai dengan hadist Rasulullah saw riwayat Muslim: Artinya: "Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya".
c. Milik Penuh dan Berkuasa Menggunakannya
Pada hakekatnya kepemilikan mutlak pada harta adalah Allah swt, tetapi Allah swt memberikan hak kepemilikan harta kepada manusia secara terbatas. Harta yang dimiliki manusia secara penuh maksudnya bahwa manusia ia berkuasa memiliki dan memanfaatkannya secara penuh. Pemilikan dan pemanfaatan harta harus sesuai dengan aturan-aturan Islam.
d. Mencapai Nishab (Standar Minimal Harta yang dikenakan zakat)
Kekayaan yang belum mencapai nishab tidak terkena kewajiban zakat. Karena ketika seseorang belum memiliki kekayaan yang mencapai nishab, berarti masih masuk kategori miskin dan berhak mendapat zakat. Sedangkan ketika kekayaan mencapai nishab berarti sudah dapat mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dalam waktu satu tahun. Sehingga ketika dikenakan zakat tidak akan membahayakan dirinya dalam
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Rasulullah saw bersabda: Artinya: "Tidak wajib zakat kecuali orang kaya" (HR Bukhari, mualaq dan Ahmad, mausul). Dengan demikian, ukuran kaya di dalam Islam tidak harus menjadi kaya raya dan menunggu menjadi konlomerat untuk mau berzakat, melainkan setiap muzakki yang memiliki nisab harta
sudah harus merasa kaya dan berkewajiban zakat.
e. Surplus dari Kebutuhan Primer dan Terbebas dari Hutang
Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini, apakah harta yang dikeluarkan zakatnya harta penghasilan bersih seltelah dikurangi kebutuhan primer, ataukah harta penghasilan kotor? Disisi lain kebutuhan primer setiap orang bersifar relatif dan tidak terukur, sehingga jika syarat surplus dari kebutuhan primer diberlakukan dapat dipastikan banyak yang tidak membayar zakat, walaupun sudah memiliki harta melebihi
nishabnya. Ulama madzhab Hanafi menentukan bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya adalah harta yang bersih setelah dikurangi kebutuhan rutin. Alasan ini cukup kuat, karena zakat diwajibkan bagi orang kaya sesuai hadist, "tidak wajib bayar zakat kecuali
orang kaya". Manakala pendapatan seseorang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan harian diri dan keluarganya berarti dia tidak termasuk orang kaya, kecuali jika setelah kebutuhan keluarganya terpenuhi masih memiliki kelebihan yang mencapai nishab, berarti ia wajib
bayar zakat. Hal ini juga dikuatkan oleh ayat Al-Qur'an surat Al- Baqaraah 219, artinya: "Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah "Yang lebih dari keperluan". Menurut Ibnu Abbas 'sesuatu yang lebih' adalah 'sesuatu yang lebih dari kebutuhan keluarga'.Zakat juga hanya dikenakan jika terbebas dari hutang. Karena
hutang merupakan beban yang harus ditunaikan. Walaupun seseorang memiliki banyak kekayaan tetapi jika memiliki banyak hutang maka tidak termasuk orang kaya yang harus membayar zakat, apalagi jika hutangnya lebih besar dari kekayaan. Dan dalam Islam, seseorang yang memiliki banyak hutang disebut "gharimim" yang berhak menerima zakat. Jika melihat fenomena sekarang dimana mayoritas manusia memiliki
hutang, maka terdapat pendapat yang baik dan patut dipertimbangkan, yaitu hutang yang terbebas dari zakat adalah hutang yang jatuh tempo dan bukan hutang produktif untuk kegiatan bisnis yang masih berada dalam rasio wajar serta tidak jatuh pailit atau tidak terlilit hutang yang berpotensi menyuitkan hidupnya.
f. Haul (Sudah Berlalu Setahun)
Disebutkan dalam hadist riwayat Abu Dawud: Artinya: "Tidak wajib membayar zakat sampai sudah berlalu satu tahun"Ulama tabi'in dan fuqoha sepakat tentang ketentuan haul pada beberapa harta yang wajib dizakati seperti emas, perak, perdagangan, hewan dll. Dan haul tidak berlaku pada zakat pertanian, rikaz, barang tambang dll. Untuk hasil
pertanian disebutkan dalam surat Al An'aam aya 141, artinya: "Dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilmu (dengan dikeluarkan zakatnya)".
Menurut Pasal 11 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, jenis-jenis zakat meliputi:
(1) Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah
(2) Harta yang dikenai zakat adalah :
a. emas, perak dan uang
b. perdagangan dan perusahaan
c. hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;
d. hasil pertambangah;
e. hasil peternakan;
f. hasil pendapatan dan jasa;
g. rikaz.
(3) Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar, dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum agama.

D. Kesimpulan
1. Pengertian Zakat menurut hukum positif yang berlaku adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 yang menjadi wajib zakat adalah setiap warga Negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau Badan yang dimiliki oleh orang muslim. Dari ketentuan ini jelas yang menjadi wajib zakat bukan hanya diri pribadi seorang muslim, tetapi juga Badan hukum milik seorang muslim
2. Ruang lingkup zakat meliputi jenis-jenis harta yang diatur dalam Pasal 11 Undang Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999.

No comments:

Post a Comment