Showing posts with label pembelajaran. Show all posts
Showing posts with label pembelajaran. Show all posts

Tuesday, August 25, 2009

Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam, IPA, science, kedudukan, hakekat, pembelajaran, sekolah dasar

Cari Dollar

Ilmu Pengetahuan Alam, biasa disingkat IPA, adalah sebuah mata pelajaran yang mempelajari ilmu alam untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah tingkat pertama (SMP/SLTP). Namun berbeda pada istilah yang terdapat di sekolah menengah tingkat atas (SMA/SMU) dan perguruan tinggi, kata IPA lebih dikenal sebagai salah satu penjurusan kelas yang secara khusus lebih memfokuskan untuk membahas ilmu-ilmu eksakta.


Dalam ilmu pengetahuan, istilah ilmu pengetahuan alam merujuk kepada pendekatan logis untuk mempelajari alam semesta. Ilmu pengetahuan alam mempelajari alam dengan menggunakan metode-metode sains. Ilmu pengetahuan jenis ini berbeda dengan Ilmu Pengetahuan Sosial yang menggunakan metode sains untuk mempelajari perilaku manusia dan masyarakat; ataupun ilmu pengetahuan formal seperti matematika.



Pengertian IPA


Pengertian ilmu pengetahuan alam

Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses.

Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint" (Agus. S. 2003: 11)


Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.


Kedudukan ilmu pengetahuan alam (IPA)



Ilmu berkembang dengan pesat, yang pada dasarnya ilmu berkembang dari dua cabang utama yaitu filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam ilmu-ilmu sosial (the social sciences). Ilmu-ilmu alam membagi menjadi dua kelompok yaitu ilmu alam (the physical sciences) dan ilmu hayat (the biological sciences) (Jujun. S. 2003). Ilmu alam ialah ilmu yang mempelajari zat yang membentuk alam semesta sedangkan ilmu hayat mempelajari makhluk hidup di dalamnya. Ilmu alam kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energi), kimia (mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit dan ilmu bumi (the earth sciences) yang mempelajari bumi kita.


Hakekat Sains dan Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar



Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau Sains dalam arti sempit telah dijelaskan diatas merupakan disiplin ilmu yang terdiri dari physical sciences (ilmu fisik) dan life sciences (ilmu biologi). Yang termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorologi, dan fisika, sedangkan life science meliputi anatomi, fisiologi, zoologi, citologi, embriologi, mikrobiologi.


IPA (Sains) berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan Sains semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu teknologi adalah lebar. Namun dari waktu jarak tersebut semakin lama semakin sempit, sehingga semboyan " Sains hari ini adalah teknologi hari esok" merupakan semboyan yang berkali-kali dibuktikan oleh sejarah. Bahkan kini Sains dan teknologi manunggal menjadi budaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang saling mengisi (komplementer), ibarat mata uang, yaitu satu sisinya mengandung hakikat Sains (the nature of Science) dan sisi yang lainnya mengandung makna teknologi (the meaning of technology).


IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler (dalam Wina-putra, 1992:122) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil obervasi dan eksperimen.

Mata pelajaran ini pula di gunakan dalam UN dan UASBN


Sains dalam kurikulum Sekolah Dasar

Dari uraian di atas Sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai Obyek, menggunakan metode Ilmiah sehingga perlu diajarkan di Sekolah Dasar. Setiap guru harus paham akan alasan mengapa sains perlu diajarkan di sekolah dasar. Ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran itu dimasuk ke dalam kurikulum suatu sekolah. Usman Samatowa (2006) menegemukakan empat Alasan sains dimasukan dikurikulum Sekolah Dasar yaitu:


  • Bahwa sains berfaedah Bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang sains, sebab sains merupakan dasar teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan. Pengetahuan dasar untuk teknologi ialah sains. Orang tidak menjadi Insinyur elektronika yang baik, atau dokter yang baik, tanpa dasar yang cukup luas mengenai berbagai gejala alam.
  • Bila diajarkan sains menurut cara yang tepat, maka sains merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis; misalnya sains diajarkan dengan mengikuti metode "menemukan sendiri". Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah; umpamanya dapat dikemukakan suatu masalah demikian". Dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?" Anak diminta untuk mencari dan menyelidiki hal ini.
  • Bila sains diajarkan melalui percobaan -percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak. maka sains tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka.
  • Mata pelajaran ini mempunyai: nilai – nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk keprbadian anak secara keseluruhan.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.


Sumber : Wikipedia.com

Wednesday, July 8, 2009

Alat Peraga Dalam Pembelajaran media pembelajaran

Fungsi alat peraga adalah sebagai berikut:
1. Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2. Salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru karena mrupakan bagian yang integral dari situasi mengajar.
3. Penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pelajaran.
4. Penggunaannya bukan semata-mata alat hiburan (pelengkap).
5. Untuk mempercepat proses pembelajaran (menangkap pengertian)
6. Untuk memprtinggi mutu pembelajaran.

Nilai-nilai penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengurangi terjadinya verbalisme.
2. Dapat memperbesar minat dan perhatian siswa.
3. Hasil belajar bertambah mantap.
4. Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa.
5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan.
6. Membantu tumbuhnya pemikiran dan membantu berkembangnya bahasa.
7. Membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih sempurna.

Jenis alat peraga dikelompokan menjadi dua, yaitu :
A. Alat peraga dua dan tiga dimensi
Bagan, grafik, poster, gambar mati, peta datar, peta timbul, globe, papan tulis
B. Alat peraga yang diproyeksikan
Film, slide dan filmstrip

Prinsip-prinsip penggunaan alat peraga ialah sebagai berkut:
1. Menentukan alat peraga dngan tepat
2. Menetapkan /memperhitungkan subjek dengan tepat.
3. Menyajikan alat peraga dengan tepat.
4. Menempatkan atau memperlihatkan alat peraga tepat waktu, tempat dan situasi yang tepat.

Sunday, June 7, 2009

Pemanfaatan Media Kaset Audio Instruksional Interaktif secara Terpadu dalam Kegiatan Pembelajaran di Sekolah Dasar (SD)





Oleh: Sudirman Siahaan

Setelah mengembangkan sistem penataran guru Sekolah dasar (SD) melalui siaran radio, Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom) mengembangkan program pembelajaran yang bersifat interaktif melalui media kaset audio untuk siswa SD pada tahun 1991. Sekalipun program ini dirancang untuk dimanfaatkan guru secara terpadu di dalam kegiatan pembelajaran di kelas, namun apabila dikehendaki atau dibutuhkan, maka program ini dapat juga dimanfaatkan secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil.

Sasaran program media audio instruksional interaktif (MAII) ini adalah siswa kelas IV, V, dan VI SD. Mata pelajaran yang dicakup di dalam program ini adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Matematika, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), dan Bahasa Indonesia. Setiap topik program dilengkapi dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Petunjuk Pemanfaatan (Jukfat). Program media audio instruksional interaktif (MAII) ini dirancang dengan melibatkan (1) para guru SD, (2) tenaga edukatif dari perguruan tinggi dengan latar belakang disiplin yang relevan, (3) ahli pengembang media, dan (4) penulis naskah media kaset audio.

Dikatakan interaktif karena selama memanfaatkan program ini, siswa secara (1) klasikal di bawah bimbingan guru di kelas, (2) kelompok atau (3) individual dituntut untuk berinteraksi dengan program. Bentuk interaksi siswa dapat berupa (1) pemberian respons secara verbal terhadap soal-soal latihan yang diberikan program, (2) melakukan kegiatan fisik, misalnya menuliskan respons, menggerakkan anggota badan (fisik) maupun melakukan/mendemonstrasikan tugas-tugas tertentu yang dituntun langsung oleh program.

Salah satu pertimbangan dalam pengembangan program media audio instruksional interaktif ini adalah menciptakan kegiatan belajar-mengajar yang menyenangkan (misalnya melalui penggunaan musik, mendengarkan suara teman sebaya siswa di dalam program, mengkondisikan siswa untuk tetap aktif melakukan aktivitas belajar). Pertimbangan lainnya pada waktu itu adalah bahwa peralatan yang dibutuhkan guru atau siswa untuk memanfaatkan program ini tidak terlalu sulit mendapatkannya karena pada umumnya masyarakat telah memilikinya. Demikian juga dengan cara-cara memanfaatkannya, tidak membutuhkan adanya penguasaan keterampilan tertentu.

Agar siswa mempunyai waktu yang memadai untuk melakukan berbagai perintah yang disampaikan oleh program, maka disediakan tempo (jeda) di dalam program yang membutuhkan adanya aktivitas siswa. Selama siswa melakukan perintah yang diberikan program (disesuaikan dengan perkiraan waktu yang dibutuhkan siswa mengerjakan perintah), media kaset audio akan mendengarkan musik instrumentalia yang familiar dengan siswa. Diharapkan dengan adanya penggunaan musik, baik pada awal program, maupun selama siswa mengerjakan tugas-tugas latihan (musik penyeling), maka motivasi belajar para siswa akan dapat terus ditingkatkan. Dengan kegiatan belajar yang menyenangkan dan sekaligus meningkatkan motivasi belajar, maka pada akhirnya prestasi belajar siswa juga diharapkan dapat meningkat.

Faktor-faktor yang digunakan sebagai pertimbangan dalam mengikutsertakan beberapa jenis tenaga dalam pengembangan program MAII adalah karena (1) guru SD merupakan sumber informasi mengenai berbagai permasalahan kegiatan pembelajaran di SD, kebutuhan akan cara-cara mengajarkan materi pelajaran tertentu yang sulit, atau tentang materi pelajaran yang relatif sulit dipahami siswa yang dapat dijadikan sebagai fokus materi pelajaran yang akan dibahas, (2) tenaga edukatif dari perguruan tinggi dengan latar belakang disiplin yang relevan berfungsi untuk mereviu materi pelajaran yang dirancang di dalam program MAII sehingga senantiasa mengikuti perkembangan disiplin keilmuan, (3) ahli pengembang media berfungsi untuk mengkaji kesesuaian materi yang akan dikemas dengan karakteristik dan potensi media kaset audio.tidak, (4) penulis naskah media kaset audio berfungsi untuk menuliskan konsep naskah program media yang didasarkan pada informasi yang diberikan guru dan yang diperoleh melalui cara lain.

Pemanfaatan MAII dirintis pada tahun 1991 di 12 propinsi dengan melibatkan 5 SD di setiap propinsi. Pemilihan SD yang akan dijadikan sebagai tempat perintisan pemanfaatan MAII dilakukan melalui dan penentuan kelima SD di setiap propinsi untuk berperanserta dalam kegiatan perintisan pemanfaatan MAII studi kelayakan lokasi. Selanjutnya, berdasarkan hasil studi kelayakan inilah ditetapkan ke-60 SD yang akan diikutsertakan dalam kegiatan perintisan pemanfaatan MAII.

Tindak lanjut setelah studi kelayakan lokasi adalah pelaksanaan orientasi pemanfaatan MAII di masing-masing propinsi oleh staf Pustekkom. Perangkat program MAII yang akan dimanfaatkan di setiap SD dibawa dan diserahkan oleh staf Pustekkom kepada masing-masing Kepala SD pada saat pelaksanaan kegiatan orientasi. Kegiatan apa saja yang dilakukan selama masa orientasi?

Peserta kegiatan orientasi adalah semua guru kelas IV, V, VI dan Kepala SD yang telah terpilih di setiap propinsi (5 SD), staf dari Sanggar Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Sanggar Tekkom yang sekarang telah mengalami perubahan menjadi Balai Tekkom), dan staf Pustekkom. Kegiatan orientasi pada umumnya dibuka oleh pejabat dari Kantor wilayah Departemen Pendidikan setempat. Berbagai penjelasan yang berkaitan dengan rencana pemanfaatan MAII disampaikan oleh staf Pustekkom.

Pada saat orientasi inilah para guru dan Kepala SD bersama staf Pustekkom dan Sanggar Tekkom membahas berbagai informasi yang berkaitan dengan perencanaan pemanfaatan MAII, misalnya guru harus mempelajari masing-masing program dan petunjuk pemanfaatannya, merencanakan atau menjadwalkan kapan dan pada pertemuan ke berapa masing-masing program MAII akan dimanfaatkan di dalam kelas. Kemudian, dijelaskan juga tentang tata cara atau prosedur pemanfaatan MAII di dalam kelas, dan mekanisme pelaporan pemanfaatan MAII. Setelah semuanya jelas, barulah staf Pustekkom memilih salah satu program MAII untuk dimulasikan pemanfaatannya di dalam kelas dengan melibatkan guru kelas sebagai pengamat. Tetapi pada saat yang bersamaan, masing-masing guru kelas diberi kesempatan untuk mempelajari keseluruhan program MAII yang akan dimanfaatkan di kelas yang relevan di sekolahnya.

Setelah mengikuti kegiatan orientasi dan simulasi, maka wakil dari guru kelas IV, V, dan VI diberi kesempatan untuk melakukan simulasi di kelas dengan melibatkan staf Pustekkom sebagai pengamat. Segera setelah guru selesai melakukan simulasi, dilakukanlah diskusi antara staf Pustekkom dengan para guru untuk mengevaluasi pelaksanaan simulasi sehingga guru yang akan mengelola pemanfaatan MAII memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai bagaimana sebaiknya MAII dimanfaatkan di dalam kelas.

Secara berkala dilakukan monitoring dan pembinaan pemanfaatan MAII secara langsung ke semua SD yang menjadi lokasi perintisan. Beberapa catatan yang dapat dikemukakan dari hasil monitoring dan pembinaan adalah para siswa (1) tertarik dan termotivasi untuk belajar karena mereka didorong untuk aktif memberikan respons, baik terhadap pertanyaan maupun tugas yang disampaikan oleh program, (2) merasa tidak bosan belajar karena materi pelajaran yang disajikan dinilai menarik dan adanya musik, (3) lebih mantap pemahamannya karena materi pelajaran yang disajikan melalui MAII sangat menarik, dan (4) meningkat prestasi belajarnya setelah secara teratur memanfaatkan MAII.

Sedangkan dari sisi guru dikemukakan bahwa kegiatan belajar melalui MAII (1) menjadi lebih menarik, lebih hidup dan para siswa semakin lebih antusias untuk belajar, (2) memberikan wawasan guru yang lebih luas danmendalam mengenai materi pelajaran, (3) mendorong guru untuk mengembangkan cara penyajian materi pelajaran yang lebih menarik dan variatif sebagaimana yang dicontohkan di dalam program MAII, dan (4) memiliki kebanggaan karena prestasi belajar para siswanya meningkat.

Beberapa hambatan yang terjadi selama perintisan pemanfaatan program MAII adalah (1) kurangnya supervisi terhadap pemanfaatan MAII oleh pengawas, (2) penggunaan batere untuk pemutar media kaset audio dinilai agak memberatkan sekolah karena sumber tenaga listrik belum masuk ke sekolah, (3) pergantian atau mutasi Kepala SD dan guru yang dinilai relatif cepat, dan (4) guru atau Kepala SD yang dimutasikan tidak menyampaikan/menjelaskan pengelolaan pemanfaatan MAII kepada penggantinya sehingga kegiatan pembelajaran melalui MAII tidak berlanjut.

Memperhatikan dampak dari pemanfaatan program MAII, baik terhadap siswa maupun guru, dan beberapa kendala/hambatan yang dihadapi, maka seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat dewasa ini, sebaiknya program MAII perlu dikaji ulang untuk lebih ditingkatkan lagi agar semakin banyak sekolah pada umumnya dan para siswa pada khususnya yang merasakan manfaatnya.


Model Pembelajaran Creative Problem Solving dengan Video Compact Disk dalam Pembelajaran Matematika



Model Pembelajaran Creative Problem Solving dengan Video Compact Disk dalam Pembelajaran Matematika





Abstrak

Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan menengah. Selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep matematika yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasarat pemahaman konsep sebelumnya.

Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk memilih model pembelajaran berikut media yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran.

Sampai saat ini masih banyak ditemui kesulitan siswa untuk mempelajari konsep geometri, antara lain tentang persegi panjang dan persegi pada siswa kelas VII semester 2. Akibatnya terjadi kesulitan siswa untuk memahami konsep geometri selanjutnya karena konsep prasarat belum dipahami.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang suatu model pembelajaran Creative Problem Solving dengan Media Video Compact Disk. Model pembelajaran ini dapat dijadikan alternatif pada pembelajaran matematika karena sesuai dengan karakteristik matematika dan tuntutan Kurikulum 2004.

Kata kunci: Problem Solving, Kreatif, VCD

Latar Belakang

Matematika merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Karena pendidikan merupakan salah satu hal penting untuk menentukan maju mundurnya suatu bangsa, maka untuk menghasilkan sumber daya manusia sebagai subyek dalam pembangunan yang baik, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu sendiri. Khusus untuk mata pelajaran matematika, selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasarat pemahaman konsep sebelumnya.

Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih model dan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Sampai saat ini masih banyak ditemukan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa di dalam mempelajari matematika. Salah satu kesulitan itu adalah memahami konsep pada pokok bahasan Teorema Pythagoras. Akibatnya terjadi kesulitan siswa untuk memahami konsep berikutnya karena konsep prasarat belum dipahami.

Menurut H.W. Fowler dalam Pandoyo (1997:1) matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa. Untuk itu diperlukan model dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran.

Menurut Sobel dan Maletsky dalam bukunya Mengajar Matematika (2001:1-2) banyak sekali guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran dengan kegiatan membahas tugas-tugas lalu, memberi pelajaran baru, memberi tugas kepada siswa. Pembelajaran seperti di atas yang rutin dilakukan hampir tiap hari dapat dikategorikan sebagai 3M, yaitu membosankan, membahayakan dan merusak seluruh minat siswa. Apabila pembelajaran seperti ini terus dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator pembelajaran tidak akan dapat tercapai secara maksimal.

Selain itu pemilihan media yang tepat juga sangat memberikan peranan dalam pembelajaran. Selama ini media pembelajaran yang dipakai adalah alat peraga Teorema Pythagoras yang terbuat dari tripleks-tripleks. Tetapi seiring dengan berkembangnya teknologi, media pembelajaran tersebut kurang menarik perhatian dan minat siswa. Untuk itu diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat lebih menarik perhatian dan minat siswa tanpa mengurangi fungsi media pembelajaran secara umum.

Model Pembelajaran Creative Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang memusatkan pada pengajaran dan ketrampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan ketrampilan (K.L. Pepkin, 2004:1). Dengan menggunakan model pembelajaran ini diharapkan dapat menimbulkan minat sekaligus kreativitas dan motivasi siswa dalam mempelajari matematika, sehingga siswa dapat memperoleh manfaat yang maksimal baik dari proses maupun hasil belajarnya.

Pemilihan media pembelajaran dengan menggunakan VCD dikarenakan akhir-akhir ini di lingkungan akademis atau pendidikan penggunaan media pembelajaran yang berbentuk VCD bukan merupakan hal yang baru lagi. Penggunaan media pembelajaran matematika yang berbentuk VCD memungkinkan digunakan dalam berbagai keadaan tempat, baik di sekolah maupun di rumah; serta yang paling utama adalah dapat memenuhi nilai atau fungsi media pembelajaran secara umum.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka judul yang dipilih dalam makalah ini adalah “Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Dengan Media Video Compact Disk”.

Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah “Model dan media pembelajaran apakah yang tepat untuk mengajarkan konsep matematika yang abstrak kepada siswa?”

C. Teori Belajar Matematika

Menurut J. Bruner dalam Hidayat (2004:8) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) manusia yang mempelajarinya. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar mengajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan itu dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut:

Tahap Enaktif

Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi yang nyata.

Tahap Ikonik

Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif.

Tahap Simbolik

Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik symbol-simbol verbal (misalkan huruf-huruf, kata-kata atau kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika maupun lambang-lambang abstrak lainnya (Hidayat, 2004:9)

Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini dirasa cukup, siswa beralih ke tahap belajar yang kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik. Selanjutnya kegiatan belajar itu dilanjutkan pada tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.

Contoh nyata untuk anak SMP kelas delapan yang sedang mempelajari tentang Teorema Pythagoras, pada tahap enaktif anak diberikan contoh tentang benda di sekitarnya yang berbentuk segitiga siku-siku dan ditunujukkan panjang sisi-sisinya. Kemudian mengajak siswa-siswa untuk mengukur panjang sisi-sisi dari segitiga siku-siku tersebut. Selanjutnya pada tahap ikonik siswa dapat diberikan penjelasan tentang hubungan panjang ketiga sisi pada segitiga siku-siku menggunakan gambar dan model segitiga siku-siku selanjutnya pada tahap simbolik siswa dibimbing untuk dapat mendefinisikan secara simbolik tentang Teorema Pythagoras, baik dengan lambang-lambang verbal maupun dengan lambang-lambang matematika.

D. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:1). Agar tujuan pengajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis (Suhito, 2000:12).

Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran (Depdiknas, 2003:1). Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajaran.

Dalam pembelajaran matematika salah satu upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang berbasis masalah (Problem Solving) karena dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat memberikan siswa kesempatan seluas-luasnya untuk memecahkan masalah matematika dengan strateginya sendiri. Sedangkan penggunaan media dalam pembelajaran matematika sangat menunjang, karena dengan menggunakan media pembelajaran siswa lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004)

Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Sekolah Menengah Pertama (Depdiknas, 2003:8) menyatakan bahwa potensi siswa harus dapat dikembangkan secara optimal dan di dalam proses belajar matematika siswa dituntut untuk mampu:

Melakukan kegiatan penelusuran pola dan hubungan;

Mengembangkan kreatifitas dengan imajinasi, intuisi dan penemuannya;

Melakukan kegiatan pemecahan masalah;

Mengkomunikasikan pemikiran matematisnya kepada orang lain.

Untuk mencapai kemampuan tersebut perlu dikembangkannya proses belajar matematika yang menyenangkan, memperhatikan keinginan siswa, membangun pengetahuan dari apa yang diketahui siswa, menciptakan suasana kelas yang mendukung kegiatan belajar, memberikan kegiatan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, memberikan kegiatan yang menantang, memberikan kegiatan yang memberi harapan keberhasilan, menghargai setiap pencapaian siswa (Depdiknas, 2003:5).

Selain itu di dalam mempelajari matematika siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda sehingga diperlukan usaha guru untuk:

Menyediakan dan menggunakan berbagai alat peraga atau media pembelajaran yang menarik perhatian siswa;

Memberikan kesempatan belajar matematika di berbagai tempat dan keadaan;

Memberikan kesempatan menggunakan metematika untuk berbagai keperluan;

Mengembangkan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan matematika baik di sekolah maupun di rumah;

Menghargai sumbangan tradisi, budaya dan seni di dalam pengembangan matematika;

Membantu siswa menilai sendiri kegiatan matematikanya.

(Depdiknas, 2003:6)

Dari kurikulum di atas dapat dikatakan bahwa guru dalam melakukan pembelajaran matematika harus bisa membuat situasi yang menyenangkan, memberikan alternatif penggunaan alat peraga atau media pembelajaran yang bisa digunakan pada berbagai tempat dan keadaan, baik di sekolah maupun di rumah.

F. Creative Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika

Model “Creative Problem Solving” (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan ketrampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir (Pepkin, 2004:1)

Suatu soal yang dianggap sebagai “masalah” adalah soal yang memerlukan keaslian berpikir tanpa danya contoh penyelesaian sebelumnya. Masalah berbeda dengan soal latihan. Pada soal latihan, siswa telah mengetahui cara menyelesaikannya, karena telah jelas antara hubungan antara yang diketahui dengan yang ditanyakan, dan biasanya telah ada contoh soal. Pada masalah siswa tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya, tetapi siswa tertarik dan tertantang untuk menyelesaikannya. Siswa menggunakan segenap pemikiran, memilih strategi pemecahannya, dan memproses hingga menemukan penyelesaian dari suatu masalah (Suyitno, 2000:34).

Adapun proses dari model pembelajaran CPS, terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

Klarifikasi masalah

Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan.

Pengungkapan pendapat

Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah.

Evaluasi dan Pemilihan

Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.

Implementasi.

Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya samapai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut (Pepkin, 2004:2).

Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam mempelajari matematika.

G. Media Pembelajaran Matematika

Menurut H.W. Fowler (Suyitno, 2000:1) matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan dan ruang yang bersifat abstrak. Sehingga untuk menunjang kelancaran pembelajaran disamping pemilihan metode yang tepat juga perlu digunakan suatu media pembelajaran yang sangat berperan dalam membimbing abstraksi siswa (Suyitno, 2000:37).

Adapun nilai atau fungsi khusus media pendidikan matematika antara lain:

Untuk mengurangi atau menghindari terjadinya salah komunikasi;

Untuk membangkitkan minat atau motivasi belajar siswa;

Untuk membuat konsep matematika yang abstrak, dapat disajikan dalam bentuk konkret sehingga lebih dapat dipahami, dimengerti dan dapat disajikan sesuai dengan tingkat-tingkat berpikir siswa.

(Darhim, 1993:10)

Jadi salah satu fungsi media pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Sedangkan motivasi dapat mengarahkan kegiatan belajar, membesarkan semangat belajar juga menyadarkan siswa tentang proses belajar dan hasil akhir. Sehingga dengan meningkatnya motivasi belajar siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya pula (Dimyati, 1994:78-79).

H. Penggunaan VCD (Video Compact Disc) dalam Pembelajaran Matematika



Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, berkembang pula jenis-jenis media pembelajaran yang lebih menarik dan dapat digunakan baik di sekolah maupun di rumah.
Salah satunya adalah media pembelajaran yang berbentuk VCD (Video Compact Disc).

Penggunaan VCD (Video Compact Disc) dapat digunakan sebagai alternatif pemilihan media pembelajaran matematika yang cukup mudah untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan akhir-akhir ini di lingkungan akademis atau pendidikan penggunaan media pembelajaran yang berbentuk VCD bukan merupakan hal yang baru lagi dan dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Penggunaan media pembelajaran matematika yang berbentuk VCD memungkinkan digunakan di rumah karena VCD player sekarang ini sudah bukan merupakan barang mewah lagi dan dapat ditemukan hampir disetiap rumah siswa.

Simpulan

Model “Creative Problem Solving” dengan media Video Compact Disk dalam pembelajaran matematika merupakan model pembelajaran yang secara teoritik tepat dan sesuai dengan karakteristik matematika yang abstrak dan sesuai juga dengan tuntutan Kurikulum 2004.

J. Saran

Perlu diadakannya penelitian lebih lanjut tentang pengaruh model “Creative Problem Solving” dengan media Video Compact Disk dalam pembelajaran matematika terhadap minat, proses dan hasil belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Darhim. 1993. Work Shop Matematika. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara DIII.

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2003. Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas.

Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdikbud.

Hidayat. 2004. Diktat Kuliah Teori Pembelajaran Matematika. Semarang:FMIPA UNNES.

Pandoyo. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Semarang:IKIP Semarang Press.

Pepkin K.L. 2004. Creative Problem Solving In Math. Tersedia di: http://www.uh.edu/hti/cu/2004/v02/04.htm [5 Januari 2005].

Suhito. 1990. Strategi Pembelajaran Matematika. Semarang:FPMIPA IKIP Semarang.

Suyitno Amin, Pandoyo, Hidayah Isti, Suhito, Suparyan. 2000. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang:Pendidikan Matematika FMIPA UNNES

­____________. 2004. Pemilihan Model-model Pembelajaran dan Penerapannya di Sekolah. Semarang:Pendidikan Matematika FMIPA UNNES

Wibawanto H. 2004. Multimedia Untuk Presentasi. Semarang:Laboratorium Komputer Pascasarjana UNNES.



Pengertian Media Pembelajaran dan alat permainan atau alat pembelajaran



Secara umum media pembelajaran adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media..

Menurut Heinich, dkk (1985) Media pembelajaran adalah media-media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan pembelajaran atau mengandung maksud-maksud pembelajaran.

Media Martin dan Briggs (1986) mengemukakan bahwa media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan si-belajar. Hal ini bisa berupa perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan pada perangkat keras.

Menurut H Malik (1994) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan si belajar dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Anggani Sudono mengemukakan bahwa media pembelajaran atau sumber belajar adalah bahan termasuk juga alat permainan untuk memberikan informasi maupun berbagai keterampilan kepada siswa; antara lain buku referensi, buku cerita, gambar-gambar, nara sumber, benda atau hasil-hasil budaya.

Fungsi Media Pembelajaran/Sumber Belajar :

  • Memberikan kesempatan berasosiasi kepada anak untuk mendapatkan dan memperkaya pengetahuan dengan menggunakan berbagai alat, buku, nara sumber atau tempat.
  • Meningkatkan perkembangan anak dalam berbahasa melalui komunikasi dengan mereka tentang hal-hal yang berhubungan dengan sumber belajar.

Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat yaitu :

  1. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi pembelajar.
  2. Media juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru.
  3. Mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong siswa untuk melakukan praktek-praktek dengan benar.

Ciri-ciri media pembelajaran diantaranya:

  1. Penggunaan yang dikhususkan atau dialokasikan pada kepentingan tertentu.
  2. Alat untuk menjelaskan apa yang ada di buku pelajaran baik berupa kata-kata simbol atau bahkan angka-angka.
  3. Media pembelajaran bukan hasil kesenian
  4. Pemanfaatan media pembelajaran tidak sebatas pada suatu keilmuwan tertentu tapi digunakan pada seluruh keilmuwan.

S.B. Widyandani

Pengembangan Srategi Pengajaran Konsep Dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar




Pengembangan Srategi Pengajaran Konsep Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan sosial di Sekolah Dasar

Oleh: Dra. Hj. Entang Kartika, M.Pd dan Dra. Tuti Istianti, M.Pd

Penelitian ini berjudul ” pengembangan strategi pengajaran konsep dalam

Pembelajaran IPS di SD, dilaksanakan pada kelas 5 SD Negeri Cibiru X Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman empiric dalam mengembangkan dan menerapkan srategi pembelajaran IPS di SD melalui pengajaran konsep. Penelitian dilakukan saecara kolaborasi antara peneliti sebagai tenaga edukatif akademik di ingkungan PGSD dengan guru kelas sehingga sebagai praktisi tenaga kependidikan dasar di lapangan dapat meningkatkan proses hasil pembelajaran IPS di SD.sasaran lanjut pelaksanaan kolaborasi studi ini diharapkan dapat membantu mengatasi kesulitan dan hambatan yang dihadapi guru dalam melaksanakan tugasnya.

Dari proses pelaksanaan, diproleh hasil bahwa : guru kelas 5 SD Negeri Cibiru x telah megetahui model pengajaran konsep sebagai pengetahuaan teoritik, tetapi tidak pernah menerapkan karena memandang lebih sukar disbanding pola mengajar yang telah biasa dilakukannya. Guru kelas 5 SD Cibiru x bersikap terbuka dan menunujukan keinginan yang besar untuk mengembangkan kemampuan dalam mengalola pembelajaran IPS sehingga proses kolaborasi ini berhasil dilaksanakan da mencapai sasaran.

Prosedur Pengembangkan program peneletian tindakan kelas ini, dirancang pada setiap siklusnay terdiri dari lima tahap, yakni “ orentasi perencanaan, tindakan. Observasi, dan repleksi. Adapun hasil kongritnaya dapat dilihat dari siklus pelaksanaan, mulai dari tindakan I hingga 4 antara lain : pada tindakan pertama dan kedua, pembelajaran kurang efektif,seperti kurang kemampuan guru dalam penguasaan bahan pelajaran, penguasaan strategi pembelajaran konsep termasuk didalamnya kemampuan mengorganisasikan bahan pelajaran IPS pada tindakan ke tiga dan keempat terdapat perubahan derastis dan peningkatan setelah tim peneliti guru kelas mengadakan peninjauan kembali terhadap rencana pembelajaran berikut kegiatan pembelajarannya.

Dalam implimentasi pembelajaran guru sebagai praktisi melaksanakan kegiatan, yaitu dengan cara menggunakan srategi pengajaran konsep untuk membantu kelancaran pada setiap tindakan pembelajaran, peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses pada pembelajaran. Dari setiap pengamatan selanjutnya dilakukan refleksi dan analisis setiap tindakan untuk kemudian melakuakan perbaikan-perbaikan

Pelaksanan penelitian tindakan kelas ini, telah menghasilkan perubahan-perubahan positf dan peningkatan yang mencakup perubahan sikp belajar dan hasil pembelajaran IPS. Adapun perubahan-perubahan yang terjadi itu meliputi : (1) .guru kelas dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengembangkan srategi pengajaran kosep IPS,(2). Srategi pembelajaran konsep dapat meningkatkan aktivitas, kraetivitas, dan motivasi siswa dalam pembelajaran IPS. (3). Minat belajar IPS tinggi, (4). Hasilbelajar IPs Meningkat .

Hasil penelitian tindakan ini, direkomendasikan kepada pihak terkait untuk mengembangkan model pengajaran konsep sebagai salah satu jalan keluar dari persoalan rendahnya mutu dan hasil pembelajaran IPS, khususnaya di sekolah dasar.