Monday, November 2, 2009

HAK TERSANGKA DALAM PENYIDIKAN


A. LATAR BELAKANG
Disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam penyelenggaraan fungsi kepolisian tersebut, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara fungsional dibantu oleh kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002.
Asas legalitas sebagai aktualisasi paradigma supremasi hukum, secara tegas dinyatakan dalam perincian kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Penyelidikan dan penyidikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 11.


Dalam kenyataan yang ada, sering dijumpai penggunaan kekerasan dalam penyidikan yang dilakukan oleh penyidik terhadap tersangka. Penggunaan kekerasan dalam penyidikan pada masa sekarang ini telah menjadi sorotan sebagian masyarakat, khususnya pemerhati hukum. Polri atau dalam hal ini penyidik dianggap menggunakan kesewenang-wenangan dalam melakukan tugasnya. Akibat kekerasan yang digunakan oleh penyidik dalam mengorek keterangan dari tersangka menyebabkan terlanggarnya hak-hak tersangka sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan. Mendasarkan pada hal tersebut, penulis berkeinginan untuk melakukan penelaahan lebih jauh mengenai tugas dan wewenang penyidik, serta hak-hak tersangka dalam penyidikan ke dalam bentuk penulisan makalah yang berjudul “Hak Tersangka Dalam Penyidikan”.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah:
1. Apa sajakah tugas dan wewenang Polri dalam penyidikan?
2. Apa saja hak tersangka dalam penyidikan?

C. PEMBAHASAN
1. Tugas dan wewenang Polri dalam penyidikan
Istilah penyidikan dipakai sebagai istilah hukum pada tahun 1961, yaitu sejak dimuatnya istilah tersebut dalam Undang-Undang Pokok Kepolisian (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961). Sebelumnya dipakai istilah “pengusutan” yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda “opsporing”. Yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Disebutkan dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, sesuai Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas:
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan pastisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainya;
h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14, Kepolisian Negara Republik Indonesia menurut Pasal 15 ayat (1) secara umum berwenang:
a. menerima laporan dan/atau pengaduan;
b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;
c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;
f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;
g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i. mencari keterangan dan barang bukti;
j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k. mengeluarkan surat ijin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Selanjutnya menurut Pasal 15 ayat (2), Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan perundang-undangan lainnya berwenang:
a. memberikan ijin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
c. memberikan surat ijin mengemudi kendaraan bermotor;
d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e. memberikan ijin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;
f. memberikan ijin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;
g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;
i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;
k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

Di bidang proses pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk:
a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan;
i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Dalam melakukan usaha-usaha untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut untuk membuat terang perkara, berdasarkan Pasal 7 huruf b KUHAP, penyidik mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian atau dengan istilah lain melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara.
Pemeriksaan di tempat kejadian sering dilakukan terutama pada delik tertangkap tangan. Terdapat pengecualian dalam memasuki tempat dalam hal tertangkap tangan seperti diperbolehkan memasuki tempat seperti ruangan MPR, DPR, DPRD dimana sedang berlangsung sidang.
Pemeriksaan di tempat kejadian pada umumnya dilakukan pada delik yang mengakibatkan kematian, kejahatan seksual, pencurian, dan perampokan. Dalam hal terjadinya kematian dan kejahatan seksual, sering dipanggil dokter untuk mengadakan pemeriksaan di tempat kejadian sebagaimana diatur dalam Pasal 7 KUHAP huruf h, yang menyatakan bahwa penyidik berwenang mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.

2. Hak-hak tersangka dalam penyidikan

Dalam KUHAP, sebenarnya telah tercantum hak-hak tersangka dalam penyidikan yang dapat dikatakan sudah memadai. Rumusan pasal-pasal yang mengatur hak-hak tersebut antara lain adalah Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP, yaitu sebagai berikut:
a. Hak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik, diajukan ke penuntut umum, segera dimajukan ke pengadilan dan segera diadili oleh pengadilan;
b. Hak untuk diberitahu dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang dipersangkakan serta didakwakan kepadanya;
c. Hak memnerikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan;
d. Hak untuk mendapat bantuan juru bahasa atau penerjemah bagi terdakwa atau saksi yang bisu atau tuli;
e. Hak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan;
f. Hak memilih sendiri penasehat hukumnya;
g. Hak mendapat bantuan hukum cuma-cuma bagi yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih;
h. Hak menghubungi penasehat hukumnya dan bagi yang berkebangsaan asing berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya;
i. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatannya;
j. Hak diberitahukan tentang penahanannya kepada keluarga atau orang lain yang serumah atau orang lain yang bantuannya dibutuhkan;
k. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya;
l. Hak menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau kekeluargaan;
m. Hak mengirim surat atau menerima surat dari/ke penasehat hukumnya atau keluarganya dengan tidak diperiksa kecuali terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat tersebut disalahgunakan;
n. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan;
o. Hak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum;
p. Hak untuk menuntut ganti kerugian dan rehabulitasi.

H. KESIMPULAN
1. Tugas dan wewenang Polri dalam penyidikan adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 sampai dengan 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dan Pasal 17 KUHAP.
2. Hak-hak tersangka dalam penyidikan antara lain adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP.

No comments:

Post a Comment